Pemikiran Islam Ir. Sukarno - Cemonggaul.Com

Mengenal Lebih Jauh Pemikiran Islam Ir.Sukarno


Pemikiran Islam I. Sukarno
Pemikiran Islam Ir. Sukarno telah lama diperdebatkan sebagai sosok yang kontroversial. Di mata lawan-lawan politiknya di Tanah Air-nya sendiri, ia dianggap mewakili sosok politisi kaum abangan yang "kurang islami". Mereka bahkan menggolongkannya sebagai kelompok "nasionalis sekuler". Akan tetapi, di mata Syeikh Mahmud Syaltut dari Cairo, penggali Pancasila itu adalah Qaida adzima min quwada harkat al-harir fii al-balad al-Islam (Pemimpin besar dari gerakan kemerdekaan di negeri-negeri Islam). Malahan, Demokrasi Terpimpin, yang di negerinya sendiri diperdebatkan, justru dipuji oleh syeikh al-Azhar itu sebagai, "lam yakun ila shuratu min shara asy syuraa' allatiy ja'alha al-Qur'an sya'ana min syu'un al-mu'minin" (tidak lain hanyalah salah satu gambaran dari permusyawaratan yang dijadikan oleh Al Quran sebagai dasar bagi kaum beriman).

Di mata lawan politiknya di Barat, seperti tampak dari ucapan Willard A Hanna, Bung Karno adalah "politisi tanpa identitas dan tanpa prinsip, yang berpadu dalam dirinya nabi dan playboy, tukang sulap dan tukang obat". Tetapi, orang-orang Arab menamakan-nya ra'is, dan orang-orang Mesir di Kota Cairo menjuluki-nya al-hakim. Tak seorang pun meragukan popularitas-nya di negeri-negeri Islam itu. Nama besar Bung Karno diabadikan antara lain dalam Qamus al-Munjid. Konon, hanya dua tokoh Indonesia yang dicatat dalam kamus karya Louise Ma'louf, seorang Arab-Kristen itu. Soekarno, dan satunya lagi Syeikh Nawawi al-Bantani.

Tatkala memuncaknya ketegangan antara Israel dan negara-negara Arab soal status Palestina, pers sensasional Arab yang salah paham dengan pencabutan sebutan Deicidium (pembunuh Tuhan) kepada kaum Yahudi, menyambut Bung Karno, "Juara untuk kepentingan-kepentingan Arab telah tiba". Pada pihak lain, Tahta Suci Vatikan sendiri memberikan kepadanya tiga gelar penghargaan kepada presiden pertama dari Republik yang mayoritas Muslim itu.

Relevansi mengemukakan faham keagamaan Bung Karno ini, minimal terkait erat dengan pertanyaan: Seberapa jauh peranannya dalam menentukan masa depan Indonesia, berangkat dari pluralisme agama yang merupakan problem tersendiri apabila tidak diberikan perhatian khusus dalam membangun sebuah bangsa? Kenyataan ini dikemukakan, dengan sepenuhnya menyadari bahwa mengemukakan spiritualitas Bung Karno adalah juga merupakan bagian dari kontroversi itu sendiri.

Lantas Seperti Apa Pemikiran Ir. Sukarno Tentang Islam?


Ketika menerima gelar doctor honoris causa (doktor kehormatan) di Universitas Muhammadiyah, Jakarta, Bung Karno menyebut bahwa tauhid yang dianut-nya sebagai Panteis-monoteis. Bung Karno yakin bahwa Tuhan itu satu, tetapi Ia hadir dan berada di mana-mana. Tentu saja di kalangan Islam dan Kristen, istilah panteisme ini bisa mengundang salah paham. Kontan saja, orang langsung menghubungkannya dengan sosok legendaris Syekh Siti Jenar, "Al-Hallaj"-nya orang Jawa.

Di satu pihak, dalam berbagai kesempatan Bung Karno mengkritik paham kalam asy'ariyah mengenai ketidakcukupan 20 sifat Allah, berbareng dengan kritiknya terhadap paham taqlid dan kejumudan-kejumudan kaum tradisionalis pada zamannya. Kritik Bung Karno ini bisa dilacak dari kegandrungannya pada paham rasionalisme Islam klasik Mu'tazilah dan pemikiran-pemikiran pembaru Islam khususnya Jamaluddin al-Afghani. Tetapi pada pihak lain, Bung Karno tidak bisa melepaskan diri dengan warisan keagamaan Jawa yang sangat kental berciri mistik.

Bukan rahasia lagi bahwa sudah semenjak mudanya Ir. Soekarno telah tertarik hatinya untuk belajar dan mempelajari agama Islam. Beliau sadar bahwa Islam sebagai suatu sistem ajaran yang didalamnya menyangkut dimensi-dimensi kehidupan manusia termasuk pendidikan harus dijadikan sebuah proses pengembangan potensi manusia. Pada realitas kehidupan Islam memberikan pedoman yang menyeluruh sehingga dalam dimensi manusia tidak ada yang terabaikan sedikitpun baik jasmani, rohani maupun mentalnya. Islam memandang manusia secara totalitas dan pendekatan atas apa yang terdapat dalam diri manusia tidak memaksakan/fleksibel selain apa yang menjadi fitrahnya. Ini disebabkan Islam sebagai agama fitrah yang menghargai dan meneguhkan nilai-nilai jasmani, rohani dan mental yang integral.

Muhammad Natsir dalam tulisannya mempertanyakan apa sebenarnya tujuan dari pendidikan di dalam Islam? Menurut beliau ialah petunjuk bagi jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempurnaan dan lengkapnya dengan sifat-sifat kemanusiaan-nya dengan arti yang sesungguhnya.

Dari ajaran Islam yang sempurna tersebut membuat hati Ir. Soekarno menjadi gelisah melihat realitas masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam yang sudah berabad-abad lamanya hidup dalam penindasan dan penjajahan oleh bangsa asing. Adakah memang agama Islam yang dikatakan rahmatal lil ‘alamin serta agama yang sempurna dan terakhir ini tidak punya pendorong untuk membebaskan umatnya dari cengkeraman dan belenggu kolonialisme dan imperialisme, apa sebab dunia Islam jatuh ke tangan asing serta hidup dibawah telapak kaki penjajahan Barat? 

Demikian sedikit gambaran tentang pemikiran Islam Ir. Sukarno. BERSAMBUNG

No comments:

Post a Comment

NO SARA NO SPAM. THANX