Mengulas Sejarah Hidup Bung Karno bag. I

Mengulas sejarah hidup Bung Karno - Setelah beberapa posting saya sebelumnya yang selalu menggunakan bahasa Inggris, dan setelah saya pikirkan baik-baik, tidak terlalu etis dan juga terlalu memaksakan bila saya terus menggunakan bahasa asing ( bilang saja bahasa inggrisnya pas-pasan sehingga ribet harus buka Google transalator bila mau posting...hehehehe... :D ) sementara tujuan utama pembuatan blog ini adalah agar tulisan atau postingan saya dibaca masyarakat untuk dijadikan pengalaman baru, walaupun mungkin banyak blog yang mengulas apa yang juga saya ulas, tapi paling tidak pengalaman baru karena mengunjungi blog yang akan selalu diusahakan menggunakan gaya bahasa saya sendiri, jadi tidak asal copas dari blog lain.( sebetulnya sih postingan sebelumnya dimaksudkan agar bisa ikutan program Adsense yang katanya lebih mudah di aproove bila menggunakan bahasa Inggris :D , bener gak ya???? ).

Kembali ke topik utama, untuk mengulas sejarah hidup Bung Karno, hal dasar yang harus kita ketahui lebih dulu adalah riwayat hidup beliau. Tapi sebelumnya, kalu ingin melihat koleksi foto Bung Karno yang saya miliki, silahkan melihat postingan saya sebelumnya; 1. Bung Karno dan keluarga, 2. Bung Karno dan Rakyat, 3. Bung Karno dalam beragama, 4. Bung Karno dan politik luar negerinya.

Riwayat Hidup Bung Karno


Masa kecil - Soekarno dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1901 di kota Surabaya. lahirnya bayi dari pasangan Idayu Nyoman Rai dengan Raden Sukemi Sastrodiharjo yang mereka namakan Kusno. Kakek moyang dari fihak ibu keturunan Bali dengan kasta Brahma, mereka adalah pejuang-pejuang kemerdekaan. Mereka adalah pahlawan dalam perang Puputan. Raja Sisingaraja terakhir adalah paman dari Ibu Idayu.Pada fihak bapak adalah patriot-patriot ulung, nenek dari nenek bapak, kedudukannya dibawah Putri, seorang bangsawan yang mendampingi Pangeran Diponegoro dalam perang Jawa yang berkobar dari tahun 1825 sampai 1830.

Walaupun keturunan bangsawan keluarga R.Sukemi hidup dalam kemiskinan. Dia bekerja sebagai guru pada sekolah dengan keadaan yang kekurangan, mengakibatkan Kusno menjadi anak yang sakit-sakitan. Itulah sebabnya orang tuanya cenderung memindahkannya ke kota Tulungagung, mengikuti kakeknya yang kebetulan pandai ilmu hikmah dan pandai mengobati penyakit dengan ilmu gaibnya. Sang kakek ini sangat sayang pada Kusno bahkan cenderung memanjakanya. Inilah kadang yang dipandang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Kusno menjadi anak yang keras kepala.

Dimasa kecil, Kusno dikenal teman-temanya sebagai “jago”.Dalam usia enan tahun kegemaran ayahnya nonton wayang kulit, sudah mulai menurun kepadanya. Tidak jarang Kusno menonton wayang kulit sampai larut malam.

Pada umur 11 tahun Kusno diserang typus, dua setengah bulan lamanya dia berada dalam ambang kematian. Dari sinilah R. Sukemi yang bekepercayaan theosufi beranggapan bahwa namanya tidak cocok. Dia hidup dalam keadaan sakit-sakitan, maka harus memberi nama lain supaya tidak sakitan-sakitan lagi, maka R. Sukemi mengubah nama Kusno menjadi Sukarno.

Memang bukan tanpa alasan R. Sukemi memberi nama Sukarno. Dia adalah pengagum Mahabarata, yang dalam ceritanya ada sosok pahlwan bernama Karna. Dia berharap dan berdo’a agar Karna kelak menjadi seorang patriot dan pahlawan besar dari rakyatnya. Awalan “Su” pada nama Sukarno merupakan awalan pada kebanyakan nama yang berarti baik, paling baik. Jadi Sukarno adalah pahlawan yang paling baik.

Masa pendidikan - Pendidikan formal Soekarno untuk pertama kalinya dijalani di Sekolah Desa di Tulungagung, tatkala ia masih bersama kakeknya.Ia menjadi murid yang suka bertanya kepada gurunya. Sekalipun telah berjam-jam belajar Soekarno masih disuruh ayahnya untuk belajar membaca dan menulis.Hal ini dilakukan ayahnya setelah Soekarno pindah sekolah ke Tulungagung ke sekolah angka dua (ongko loro) di Sidoarjo.

Pada usia 12 tahun Soekarno pindah sekolah Angka Satu Di Mojokunto dan duduk dikelas Enam. Disana Soekarno Menjadi murid yang pandai. Sukarno kecil bisa sekolah menjadi murid Inlandsche School. Dimana bapaknya bekerja menjadi seorang manteri guru.

Menginjak ke Sekolah Menengah Sukarno dimasukkan ke sekolah menengah yang tertinggi di Jawa Timur yaitu Hogere Burger School di Surabaya. Diwaktu sekolah inilah Sukarno tinggal dirumah H.O.S Cokroaminoto, dialah orang yang kemudian merobah seluruh kehidupannya. Disinilah Sukarno mulai berkenalan dengan dunia intelektual, dunia pemikiran, pemikiran bagi bangsanya. Ditempat Pak Cokro inilah tokoh-tokoh politik berkumpul seperti Muso dan Alimin mereka saling tukar pikiran demi melepaskan bangsa dari penjajah.

Perkenalan Sukarno dengan dunia pemikiran telah merubah diri Sukarno menjadi seorang pecinta Tanah Air. Hal ini diungkapkan oleh Sukarno: ahli pikir India, Swami Vivekananda, "jangan bikin kepalamu menjadi perpustakaan. Pakailah pengetahuan untuk diamalkan". Inilah yang membuat diri Sukarno sadar dan berusaha menerapkan apa-apa yang telah dibaca kepada apa yang didengar. Mulai membandingkan antara peradaban yang megah dari pikiran dengan tanah air yang sudah bobrok. Setapak demi setapak inilah menjadikan Sukarno seorang pecinta tanah air yang menyala-nyala dan menyadari dan tidak ada alasan bagi pemuda Indonesia untuk menikmati kesenangan dengan melarikan diri kedalam dunia khayal.

Pengalaman, pendidikan yang diberikan oleh pak Cokro menjadi pondasi terhadap perkembangan jiwa Sukarno untuk lebih mencintai bangsanya, walaupun begitu ia adalah seorang pencinta pada lawan jenisnya. Sebuah realita dimana rumah pak Cokro sebagai dapur nasionalisme.

Perkembangan intelektualnya sangat pesat justru didorong oleh kemiskinanya.Kemiskinan mengakibatkan Soekarno tidak dapat mencari hiburan yang bersifat materil.Sebagai gantinya ia mencari hiburan dalam dunia cita dan alam ilmu pengetahuan, dengan jalan membaca. Dengan bertambahnya pengalaman juga berarti tambahnya usia dan habislah masa sekolah di HBS. Sebagai akhir dari jenjang pendidikan sekolah pada tanggal 10 Juni 1921 Sukarno berhasil lulus dari HBS dari sekolah yang telah memberikan makna diskriminasi, dan sekaligus Surabaya sebagai sejarah yang telah menjadikan Sukarno menemukan jati dirinya.

Selanjutnya Sukarno meneruskan Sekolah Teknik Tinggi di Bandung, terhitung mulai bulan Juni 1921 Sukarno masuk di sekolah tersebut. Sebelum pindah ke Bandung Soekarno telah mendirikan perkumpulan politik yang bernama Tri Koro Darmo, yang berarti tiga tujuan suci dan melambangkan kemerdekaan politik, ekonomi, dan sosial yang dicari. Organisasi ini berlandaskan kebangsaan yang kegiatanya mengembangkan kebudayaan, mengumpulkan dana sekolah dan membantu korban bencana alam.

Disamping itu Soekarno juga aktif mengikuti kegiatan-kegiatan study club , sebuah kelompok yang aktif membahas buah pikiran dan cita-cita. Dalam forum inilah Soekarno pertama kali melakukan pidato-pidatonya.

Selama masa sekolahnya Sukarno indekos di rumah keluarga Sanusi, yang mana sejarah selanjutnya ibu kostnya menjadi istri pertama Sukarno dan sekaligus pengalaman di Bandung merupakan lahirnya ajaran marhaenisme. Pada tanggal 25 Mei 1926 Sukarno resmi memperoleh promosi gelar “Ingeniur” dengan ijazah jurusan Teknik Sipil. Mulai saat itu Sukarno resmi memakai gelar Ir. Raden Sukarno.

Aktivisme politik Sukarno diilhami dari sumber-sumber yang beragam, dari buku yang dibaca dan tokoh senior yang ditemuinya. Dia menyerap semuanya, lalu menggumpalkan dalam dirinya, hampir sepenuhnya eklektis dan sinkretis—kemampuan khas Jawa.

Mengenyam pendidikan sekolah menengah (Hogere Burger School) di Surabaya, Sukarno tinggal di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam, gerakan politik pra kemerdekaan yang memiliki basis penerimaan paling luas. Dan Tjokro menjadi mentor politiknya yang pertama (bahkan kelak menjadi mertuanya)—tapi bukan satu-satunya.Sukarno menyebut lingkungan rumah Tjokro sebagai "dapur revolusi Indonesia". Tidak berlebihan. Berbagai tokoh pergerakan, meski dengan aliran yang berbeda, sering bertemu di situ. Sebagai orator, dia mampu menghipnotis dan menggenggam massa dalam tangannya. Dan dengan itu dia mendesakkan "revolusi psikologis", menjebol keyakinan umum pribumi Indonesia, yang kala itu hampir sekuat mitos dan takhayul, bahwa kolonial Belanda berkulit putih tidak bisa dikalahkan.

Sukarno bisa menemukan Ki Hadjar Dewantoro, penggagas gerakan pendidikan Taman Siswa dan satu dari "Tiga Serangkai" pendiri Indische Partij—partai radikal pertama yang menyerukan kemerdekaan Indonesia secara tuntas dari Belanda.Dari Ki Hadjar, Sukarno menyerap bagaimana menyatukan pandangan Barat dengan pandangan tradisional Jawa. Di rumah itu pula Sukarno berkenalan dengan Hendrik Sneevliet (pendiri Indische Sociaal Democraticshe Vereeniging, leluhur Partai Komunis Indonesia) dan Alimin.

Bersambung...