HAM Dalam Perspektif Islam

HAM Dalam Perspektif Islam oleh : Prof. DR. KH. Sjeichul Hadi Permono, SH. MA - Menurut pandangan Islam, manusia diterima sebagai sosok pribadi yang utuh, tidak dipilah-pilah. Islam menempatkan manusia pada posisi yang berimbang antara jasmaniah dan rohaniyah. Keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh, kemanunggalan yang totalitas.

Kehadiran manusia yang dilengkapi dengan akal budi dan pikiran (tidak sebagaimana makhluk lainnya) berfungsi sebagai Khalifah Tuhan dalam menegakkan tata kehidupan dunia sebagai bekal menuju masa depan yang hakiki yaitu kehidupan di akhirat. Tuhan menetapkan manusia sebagai wakil-Nya di bumi, dengan pemberian tri potensi pada diri manusia. Tri potensi ini adalah :
  • Al-Quwwatul Jismiyah / human frame, potensi jasmani;
  • Al-Quwwatul Aqliyah / human intellect, potensi intelgensial;
  • Al-Quwwatun Nafsiyah / human essence, potensi jiwa.

Manusia juga disebut sebagai:
  • Makhluk terbaik dan termulia;
  • Makhluk pemegang amanah dan bertanggung jawab
  • Makhluk yang memiliki hak pilih bebas;
  • Makhluk yang menyandang kelemahan;
  • Makhluk yang menyandang peran ganda;
  • Makhluk yang menyimpan fitrah ber-Tuhan.

Manusia makhluk terbaik dan termulia


Manusia dikatakan makhluk terbaik karena di antara makhluk ciptaan Tuhan memang manusialah yang terbaik, paling sempurna dalam bentuk maupun struktur anatomi jasmaniyah dan ruhaniyahnya sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an yang artinya: ”Sesungguhnya kami ini telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (Q.S. At Tin 95 : 4).

Dan dikatakan termulia karena manusia pertama, Nabi Adam a.s. mendapat penghormatan sujud dari para Malaikat atas perintah Allah, dalam AL-Qur’an surat Al Baqarah ayat 34 Allah berfirman yang artinya : “Dan (ingatlah) ketiak Kami berfirman kepada malaikat: “Sujudlah kemu kepada Adam, “maka sujudlah meraka kecuali Iblis, ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang kafir”.

Dari posisi manusia yang mulia itu Allah menyediakan jenis, macam dan sarana alam, untuk kepentingan umat manusia, baik berupa nabati, hewani, udara, air, besi, bulan. bintang, matahari, seluruh benda padat, cair dan cahaya seperti ditegaskan dalam firman Allah, surat Ibrahim (14) Ayat 32-33 yang artinya: “Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit “Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya) ; dan telah menundukkan bagimu malam dan siang”.

Manusia makhluk pemegang amanah dan tanggung jawab


Kesanggupan manusia menerima “amanah Allah” menunjukkan kepribadian manusia yang memiliki kesadaran tinggi akan arti keberadaannya dan memiliki keberanian untuk berbuat, bertindak dan menerima resiko sehingga manusia disebut sebagai makhluk bertanggung jawab.

Dalam kehidupan yang kekal nanti setiap diri manusia akan mempertanggungjawabkan amal perbuatannya. Sekecil apapun perbutan baik dan jahat yang dilakukan di dunia akan diperlihatkan dan diberi balasan yang setimpal, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat 51 Adz-Dzariyat, ayat : 6-8:”Dan sesungguhnya (hari) pembalasan pasti terjadi”. “Demi langit yang mempunyai jalan-jalan”. “Sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat”.

Tanggung jawab ini tidak dapat diwakilkan kepada manusia lain. Masing-masing manusia akan memikul beban tanggung jawab atas diri sendiri, Al-Qur’an surat (6) Al-An’am, ayat : 164).“……. Dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, kemudian kepada Tuhanlah kami kembali ………… .

Manusia sebagai makhluk yang bertanggun jawab atas akibat perbuatannya sendiri memiliki kesadaran penuh untuk menentukan sikap hidupnya, memilih jalan terang dan gelap. Tuhan menganugrahkan akal pikiran dan ruh untuk membedakan yang menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan demikian berarti manusia memperoleh anugerah yang tinggi yaitu ikhtiar (free will), hak pilih bebas, kebebasan untuk memilih dan menentukan sikap dan keyakinan hidupnya, bebas untuk menerima dan menolak dan menampakkannya. “Dan katakahlah : “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa ingin kafir (kafir) biarlah ia kafir ………..”. (Al-Qur’an Surat Al-Kahfli ………”

Manusia makhluk yang lemah


Kemudian berbicara tentang kelemahan manusia bukan berarti mengkerdilkan maka eksistensinya, bukan pula karena pesimis, tetapi belajar untuk bersikap lebih baik dan transparan, menerima apa adanya secara jujur untuk menanggalkan sikap kepura-puraan dan kepalsuan yang hanya merugikan diri sendiri.

Kelemahan dan kerapuhan yang mampu mencegah hadirnya waktu yang jalannya detik demi detik, menit demi menit dan seterusnya merambat dan menyita “usia manusia”, sehingga pada akhirnya mau atau tidak, siap atau tidak, terpaksa atau tidak, manusia harus pasrah dan menyerah kedatangan ajal maut.

Sikap manusia sikap mental “tergesa-gesa” tak sabar menerima janji-janji Tuhan tetang kebahagiaan disisi-Nya kelak membuat manusia hidup cukup puas dalam lingkungan duniawi yang bersifat materi dan nisbi. Manusia diciptakan bertabiat tergesa-gesa (Q.S. Al Anbiya 21:37).

Kelemahan sikap mental manusia yang mudah diperbudak oleh glamornya kehidupan duniawi menjadikan mereka terhempas pada tempat yang serendah-rendahnya asfala safilin (Q.S. At Tin 95 : 5).

Berhubung sudah terlalu panjang, biar nyambung sama judulnya silahkan lanjutkan membaca  disini.

No comments:

Post a Comment

NO SARA NO SPAM. THANX