"Sommen bundeling van alle revolutionare krachten" |
Ir. Sukarno Bapak Nasionalisme Indonesia - "Aku cinta keluargaku, tapi aku lebih cinta negara dan rakyatku", kurang lebih begitulah yang dikatakan Bung Karno di dalam buku biografinya "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat" yang ditulis oleh Cindy Adams. Setelah kemarin saya membuat posting berjudul Latar belakang sejarah berdirinya keraton Ngayogyakarta yang saya mekasudkan agar memberi variasi konten walaupun masih sama-sama sejarahnya. Kembali saya akan meneruskan kembali kisah dan pemikiran Bung Karno setelah kemarin kita sudah mebahas bagaimana pemikiran sosial Bung Karno dan juga bagaimana pemikiran budayanya sudah seyogyanya kita juga membahas bagaimana pemikiran nasionalisme Bung Karno.
Pemikiran Nasionalisme Bung Karno
Pemikiran Ir. Soekarno tentang nasionalisme lahir dari pengaruh negara-negara Barat, yang ternyata mereka terbebas dari penjajahan imperialisme dengan semangat nasionalisme. Tentu maksud nasionalisme dalam konteks ini berarti cinta tanah air kemudian dari semangat inilah bangsa-bangsa terjajah bangkit melawan untuk mencapai kemerdekaan. Namun apakah nasionalisme Soekarno seperti nasionalisme Turki, Jerman yang kadang atau bahkan banyak bangsa yang menganut faham nasionalisme yang chauvinistik dalam artian melebih-lebihkan bangsanya untuk kemudian merendahkan harkat dan martabat bangsa lain.
Salah satu bukti kecintaan Bung Karno terhadap rakyatnya |
Nasionalisme Soekarno adalah nasionalisme yang digali dari nilai-nilai luhur budaya bangsa yang sudah mengalami kristalisasi sehingga wujud rasa kepemilikan yang besar terhadap tanah air dan bangsa. Kemudian di jelaskan secara terperinci bahwa nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang sangat khas/ harus dijiwai oleh semangat Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian bahwa mencintai tanah air dalam konteks nasionalisme adalah mutlak dijalankan dalam rangka merebut kemerdekaan dari penjajah bahkan sampai untuk mengisi kemerdekaan dalam mencapai kesejahteraan, kedamaian di Indonesia serta berimplikasi ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi serta keadilan sosial.
Soekarno dengan nasionalisme ingin mengatakan tentang sangat pentingnya nilai persatuan dan kesatuan bangsa dalam mewujudkan cita-cita pembukaan UUD 1945 yang diperuntukkan demi kemakmuran dan kesejahteraan bangsa.
Hampir satu abad nasionalisme telah terformat dengan jelas, akan tetapi peran praktis dalam perkembangan Indonesia selanjutnya belum/ tidak menunjukan pengaruh yang signifikan. Hal ini terbukti masih banyaknya problem bangsa yang melanda saat ini.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa nasionalisme Soekarno adalah mutlak diperlukan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia dalam artian kemandirian secara ekonomi, politik, dan budaya harus dijadikan landasan (platform) dalam setiap perkembangan pembangunan nasional dalam segala bidang. Ini mengandung maksud untuk mengurangi tingkat ketergantungan kita sebagai bangsa dengan bangsa lain, karena jika tingkat ketergantungan semakin tinggi akan muncullah apa yang telah dikuatirkan oleh Soekarno dan founding father bangsa tentang munculnya neo-kolonialisme, yang ini jelas penjajahan dengan bentuknya yang baru.
Apapun sistem birokrasi dan sekaligus siapa manajernya atau partai, LSM, dewan, dll., kalau belum berani bersikap self concionus tentang jati diri bangsa, maka komitmen mereka sebagai penyalur aspirasi rakyat, pengayom, adalah sangat patut untuk dipertanyakan.
Budaya kebangsaan/ nasionalisme dalam era globalisasi menjadi sebuah kajian yang aneh atau bahkan asing, karena dengan canggihnya ilmu pengetahuan dan teknologi batas-batas negara menjadi kabur atau bahkan negara-negara menjadi tidak begitu penting lagi. Ditambah lagi budaya Barat tentang materialisme, individualisme betul-betul telah mencengkeram kita semua tanpa bisa berkelit sedikitpun darinya. Sehingga mendahulukan kepentingan bangsa/ umum daripada kepentingan pribadi/ kelompok hanya tinggal jargon manis dalam seminar saja tanpa realitas aplikasinya dalam kehidupan mengisi kemerdekaan bangsa.
Kalau kita menengok bagaimana pemahaman nasionalisme pada pemuda bangsa, maka mungkin sudah sepantasnya kita evaluasi serta introspeksi diri dari hal itu. Di samping rasa kebangsaan sudah agak usang atau bahkan hilang, yang ini disebabkan kurangnya proses pendidikan nasionalisme ditambah lagi berkurangnya pelaku-pelaku sejarah yang mentransformasi nilai kebangsaan dus pertikaian elit politik semakin menjauhkan dari kepentingan bangsa .Artinya kepentingan ekonomi belum menampakkan tanda perbaikan , ternyata elit politik memberi pelajaran demokrasi yang salah pasang. Menunjukan konflik elit politik pada masyarakat/ pemuda yang berpendidikan rendah akan sama halnya atau bahkan lebih berbahaya dengan mengajak orang orang lapar untuk berolahraga. Sehingga konflik horisontal, disintegrasi bangsa adalah merupakan akses negatif dari hal diatas.
Salah satu potret kehidupan remaja masa kini |
Yang lebih memprihatinkan adalah bagaimana nantinya dengan keadaan para pemuda, mahasiswa yang akan hidup pada Indonesia ke depan. Apakah mereka akan mewarisi serta melestarikan konflik ini secara terus menerus. Generasi yang lahir yang lahir pada situasi yang konflik akan cenderung menjadikannya sebagai titik pandangan mereka ke depan.
Perbedaan karakteristik perkembangan zaman juga memberi pengaruh yang besar bagi watak masyarakat bangsa. Pemuda yang hidup pada zaman revolusi Indonesia akan tidak sama pada nilai karakteristik pandangan nilai kebangsaannya pada pemuda yang hidup pada zaman ciber space seperti sekarang ini, karena mereka kan sangat mudah melupakan tanah airnya demi keuntungan materialisme atau kedudukan struktural pada perusahaan asing.
Lantas apa yang harus kita usahakan sekarang
Beberapa hal yang mesti kita lakukan untuk menjaga da melestarikan semangat Nasionalisme, antara lain;
- Penyebaran nilai-nilai kebangsaan (nasionalisme) pada semua elemen parpol dengan mengutamakan acuan filosofis bangsa (Pancasila dan UUD 45).Karena nasionalisme bukan hanya milik mereka yang bersimbol keturunan sejarah nasionalisme bangsa.
- Transformasi nilai-nilai nasionalisme pada lembaga-lembaga pendidikan karena di dalam landasan pendidikan dalam setiap institusi pendidikan pasti Pancasila dan UUD 45 yang merupakan acuan dasar dari nasionalisme
- Peningkatan kesadaran tentang skala prioritas bangsa mengenai persatuan dan kesatuan bangsa demi tercapainya masyarakat yang adil dan makmur.
Sumber : Skripsi, Pemikiran Pendidikan Islam Sukarno, Sodiq Purnomo, STAIN Malang
No comments:
Post a Comment
NO SARA NO SPAM. THANX